Monday, November 26, 2007

sodaqoh

Apa sih arti money politics bagi para pandita terhormat di negeri ketoprak?
pilih salah satu jawaban yang anda anggap paling tepat
A.uang pelicin dapatkan jabatan
B.uang yang dibagikan agar menang kampanye
c uang sogokan untuk loloskan calon pejabat di tingkat partai?

ternyata para pandita negeri ketoprak (yang dalam versi zaman edannya kiai) tidak akan memilih ketiga pilihan itu. Mereka pendapat lain bahwa money politics itu adalah sodaqoh politik.

istilah ini muncul di kerajaan ketoprak hari ini ketika para punggawa partai yang dulunya mengangkat raja bergelar gus, dibekukan oleh punggawa tingkat pusatnya.

Usut punya usut pusat ternyata mencium bau money politics dari calon adipati. Sang calon adipati itu ingin jadi pejabat lewat partai lokal itu. Agar dapat dukungan dia bagi-bagi uang. Karena mainnya mungkin kurang cantik, akhirnya ketahuan, dan partai cabang lokal itu dibekukan.

tapi apa yang terjadi, ternyata para pandita yang mendukung calon adipati itu bilang bahwa itu bukan money politics tapi sodaqoh. "Boleh dong, orang memberi sodaqoh," kata salah satu punggawa partai pusat menirukan pembelaan pendita.

hwarakadah...
sodaqoh kok buat pengurus partai?
kalo definsinya demikian para juru kabar pun bisa bilang: "boleh donk dikasih amplop kan diberi sodaqoh."

Read More..

Friday, November 9, 2007

Adipati Kebakaran Jenggot

Ini cerita yang berdasarkan fakta, hanya sekadar rekayasa nama. Jika anda ingin tahu versi asli silakan berkunjung ke situs berita resmi.

Pagi sebelum kereta kuda memenuhi jalan, dan sebelum bakul nasi kuning berkeliling perkampungan, Kadipaten Ketoprakan tiba-tiba geger.
Ribuan punggawa, pemangku desa, warga yang (ngaku) jelata, para laskar berzirah warna loreng hitam kuning, hingga para pandita bersorban panjang entah dari pertapaan mana dikumpulkan di alun-alun kadipaten hingga penuh sesak.
Mereka membawa serta panji-panji dan kain yang isinya bukannya lambang negara tapi tulisan berbagai macam kecaman kepada “musuh” kadipaten, persis seperti demo yang biasa jadi tontonan di jaman edan.
Pamong praja wicara Kadipaten, sibuk mengirim pos lewat merpati mengabarkan keramaian ini ke para juru kabar. Hwarakadah, tumben-tumbennya praja wicara kirim sms ngasih tahu ada demo, apa nggak jeruk makan jeruk?.

Para juru kabar yang kebanyakan masih angler di ranjang pun berjingkat, sebagian ada yang nggak mandi dan langsung pancal kuda ke alun-alun.
Sebagian juru kabar yang nyawanya belum sepenuhnya balik ke badan masih bertanya-tanya, ada apa gerangan sehingga kanjeng Adipati mengumpulkan pasukan langsung tiba di alun-alun tanpa basa basi, dan praja wicara bekerja seperti layaknya korlap demo ngasih kabar sana sini.
Biasanya Kanjeng adipati jarang-jarang nemui rakyatnya yang ngluruk ke istana. Kalau iya, rakyat pun harus nunggu sampai kaliren dulu.
Sampai di lokasi, suasana memang hingar bingar, ramai benar. Kanjeng adipati sudah muncul di tepi alun-alun disertai beberapa “peliharaannya” yang membuntuti dari belakang.
Tapi kali ini kanjeng tak terlihat sumringah, seperti saat karaoke di Telaga Sari beberapa hari yang lalu. Wajahnya merah padam, keringatnya menetes deras, dan bicaranya lantang namun tersendat-sendat.
“Teganya adinda. Kurang apa saya ini ke juru warta, kok berani beraninya lancang nyebar lontar bahwa adipatinya korupsi upeti rakyat,” katanya sambil menyapu keringat di wajahnya.
“Sekarang, saya mau lontar jawaban. Dengan besar dan panjang lontar yang sama dengan kemarin,” sambung sang Adipati.
Oalah ternyata adipati jenggotnya terbakar... eh kebakaran jenggot. Ia marah besar karena sehari lalu membaca lontar “Seputar Praja”. Isinya mengabarkan bahwa kajeng adipati dilaporkan ke KPK alias Kademangan Pelacak Kiriman upeti.
Banyak pendeta dan cendekia yang menduga Kanjeng adipati ngumpetin sebagian upeti rakyat untuk diri sendiri alias korupsi. Tapi tidak ada yang berani teriak atau lapor punggawa karena seperti pepatah jawa bilang :pada wae kutuk marani sunduk. Lha wong punggawa kejaksan dan keprajuritan tunduk sendika dawuh pada adipati ketoprakan.
Berita itu pun bocor ke juru warta, kebetulan karena sudah ada data, juru warta “Seputar Praja” minta penjelasan ke Adipati yang bahasa jaman edannya adalah konfirmasi. Karena sudah merasa lengkap, kabar itu ia ramu dan disebar ke khalayak.
Ternyata Adipati tidak berkenan dan jadi begitu tadi akhirnya. Bahkan minta, juru warta yang kecil, item dan sendirian itu maju ke depan ribuan laskar yang sudah siap menelan bulat-bulat juru warta demi menjilat pantat adipati.
Oalah zaman cen wis edan. Sing ra katokan sing keduman
Jadi juru warta itu serba tidak mengenakkan. Ditulis salah, nggak ditulis gak dibenerin juga. Nggak minta konfirmasi salah, minta konfirmasi jadinya begini.

Pesisir, pinanggalan 8, sasi Besar

Read More..